Rabu, 14 Januari 2015

Resensi Film Assalamualaikum Beijing: “Antara Iman dan Cinta”


Sutradara : Guntur Soeharjanto
Produser : Yoen K, Ody Mulya Hidayat
Penulis Naskah : Asma Nadia
Pemain : 
Revalina S. Temat, Morgan Oey, Ibnu Jamil, Laudya Cynthia Bella, Desta, Ollyne Apple, Cynthia Ramlan, Jajang C. Noer.



Film yang telah tayang sejak 30 Desember 2014 ini telah berhasil membuat banjir air mata di studio bioskop setiap harinya bahkan di hari-hari terakhir penayangannya. Film yang kental dengan nuansa asmara-religi ini sarat akan hikmah yang sangat menyentuh hati. Kisah cinta dan Islam dikemas seindah mungkin dalam balutan keimanan. Dimana tema utama dari cerita ini adalah “ ketika Iman bercerita tentang cinta”. Selain itu, alasan penulis meresensi film ini karena ini adalah film pertama selama kuliah di Jakarta yang berhasil disaksikan oleh penulis di Bioskop secara langsung. (Wah..sungguh mengharukan bukan kisah penulis resensi ini?)

Hampir serupa namum tak sama, konflik percintaan dalam karya Asma Nadia masih berpola pada tema sebelumnya yaitu pengkhianatan, perselingkuhan. Film ini diperankan oleh Revalina S.Temat sebagai Asmara. Morgan Oey sebagai Zhongwe, Ibnu Jamil sebagai Dewa, Laudya Cynthia Bella sebagai Sekar, dan Desta sebagai Ridwan.

“Ra”, sapaan Dewa kepada Asmara. Bayang-bayang indah pernikahan seketika sirna dari pandangan Asmara. Dewa dan Asmara memang tengah mempersiapkan acara pernikahannya, namun pengakuan Dewa saat itu benar benar telah berhasil mematahkan hatinya. Patah sepatah  patahnya hingga membuat luka perih jauh dalam hati. Pengakuan Dewa bahwa dirinya telah menghamili Anita, rekan kerjanya. Sungguh tak dapat dimengerti oleh Asmara. Laki-laki yang sempat terbayang dalam benaknya akan menjadi seorang imam yang dapat menuntunnya ke surga ilahi telah mengkhianati kepercayaannya. Wanita manapun tentu akan sedih sesedihnya. Dewa dengan segala pengakuan pahitnya tetap berupaya untuk melanjutkan pernikahannya dengan Asmara. Akan tetapi, Asmara menolak. ”Cinta adalah menjaga, saat seseorang tak mampu menjaga cintanya sendiri, maka tak ada lagi kata cinta”, itulah alasan Asmara sekaligus menjadi kalimat penutup antara Dewa dengan dirinya.

Hari berganti hari, waktu pun kian beralih. Rasa sakit itu kian luntur termakan pusaran waktu. Berkat bantuan sahabatnya, Asmara kini dapat bekerja di Beijing China sebagai penulis kolom berita. Sekar, sahabat terbaik Asmara beserta suaminya “Ridwan” sangat menyambut kedatangannya di China. Sebuah apartemen yang tak jauh letaknya dari apartemen mereka telah dipersiapkan khusus untuk Asmara. “Asma”, sapaan Sekar terhadap Asmara. Sekar sangat menyayangi sahabatnya, ia tak mau awan kesedihan terus mengelilingi Asma.
(Keterangan foto: Ridwan, Sekar, dan Asma)
***
Panorama China memang sangat indah, kental dengan kebudayaannya. Camera pun tak lepas dikalungkan di lehernya, dan apabila melihat hal-hal yang menarik. Jarinya segera tanggap menangkap gambar tersebut. Saat perjalanan pulang, di dalam bus. Asma tak sengaja bertemu dengan pemuda China. Perkenalan pun terjadi tanpa rencana. Zhongwe, ialah nama pemuda tersebut. Zhongwe yang sangat menyukai mitologi ini menyebut Asma dengan sebutan “Ashima”. Ashima merupakan sosok gadis legenda China, ia adalah gadis yang cantik dan hatinya pun cantik. Pertemuan singkat dalam bus tersebut memaksa mereka tak dapat berbincang-bincang terlalu lama. Sebuah buku diberikan dengan terburu –buru oleh Zhongwe. Buku Ashima dalam tulisan full China membuat Asma bingung bagaimana cara mebacanya. Namun Zhongwe berjanji akan menceritakannya apabila mereka bertemu kembali.
(Keterangan foto: Saat Asma dan Zhongwe berkenalan, namun Asma yang seorang muslim tak menyambut uluran tangan Zhongwe sebagai salam perkenalan)

Kisah singkat itu, ia ceritakan pada Sekar. Sekar yang sangat menyukai film korea ini sangat senang berlebihan melihat Asma sudah dapat move on dari luka lamanya.

Semenjak pertemuan di bis tersebut, mereka belum jua bertemu kembali. Walau hati meraka sungguh menginginkan pertemuan itu terjadi. Asma pun tak mau ambil pusing, ia luruskan niatnya kembali ke China untuk bekerja.

Untuk dapat menulis kolom berita China yang berjudul “Assalamualaikum Beijing”, Asma yang ditemani tour guide berniat untuk mengetahui lebih dalam mengenai China. Sosok perempuan China dengan kulit putihnya yang khas sempat membuat Asma kagum heran, karena tour guidenya kali ini mampu  berbahasa Indonesia dengan baik, Sunny namanya. Ternyata seluruh tour guide di China memang pandai menggunakan beragam bahasa. Hal tersebut sangat memudahkan Asma untuk berkomunikasi.

Wanita berjilbab ternyata tak seperti alien di China. Pengguna Jilbab di China pun terbilang cukup banyak, tak hanya Asma dan Sekar. Agama Islam di China disebut dengan “agama yang murni”, agama Islam menjadi salah satu dari lima agama yang diakui di China. Tempat wisata yang ia kunjungi pertama bersama tour guidenya adalah Tembok Raksasa China yang pernah menjadi salah satu keajaiban dunia. Panjang tembok raksasa ini sebesar 6400 km. Tembok ini dibangun diatas nyawa-nyawa yang terbujur kaku. Menurut kepercayaan daerah setempat, orang yang berhasil menaiki tembok raksasa ini kelak akan menjadi orang yang hebat.

 (Keterangan foto: Tembok raksasa China)

***

Entah karena kelelahan kerja dan berwisata, akhir akhir ini Asma seringkali dilanda pusing. Namun seketika pusing itu pun hilang. Seusai Sholat, Asma selalu mengucap syukur atas segala nikmat umur dan sehat yang telah Allah berikan untuk hari ini.

Hari esok pun siap disambut Asma dengan penuh semangat. Perjalanan wisatanya pada hari ini cukup berbeda. Tour guide yang biasa menemaninya ternyata tak bisa hadir pada hari ini karena ibunya sedang sakit. Tour guide penggantinya pun membuat Asma terkejut bahagia. Zhongwe, pemuda yang sudah lama ingin ia temui kembali sudah berada di depan matanya sebagai tour guidenya. Zhongwe berasal dari keluarga yang sederhana di pedesaan terpencil di China. Zhongwe berprofesi sebagai tourguide dengan kemampuan beragam bahasanya, sehingga Zhongwe mampu berbahasa Indonesia dengan baik.

Keterangan foto: Saat Zhongwe sebagai tourguide Asma

Wisata pada hari ini tertuju pada salah satu Masjid yang berada di China. Masjid ini telah dibangun pada 996 tahun yang lalu. Jika kuil menghadap ke selatan, maka Masjid di China menghadap ke Mekkah.



Sesampainya di depan pintu Masjid, Asma mengajak Zhongwe untuk masuk ke dalam Masjid juga. Namun Zhongwe menolak. Disitulah Asma mengetahui bahwa Zhongwe bukanlah pemeluk agama Islam. Zhongwe merupakan pemuda yang mengakui adanya Tuhan, namun masih ragu dengan agamanya. Seusai dari Masjid, Zhongwe pun semakin banyak bertanya terkait Islam, seperti cara bersalaman orang muslimin, mengapa di dunia ini harus ada agama yang pada akhirnya berujung pada perang?

Asma dengan lembut, perlahan demi perlahan mencoba menjelaskan atas pertanyaan Zhongwe. “ Dalam Islam, kaum perempuan memang tidak boleh bersentuhan dengan kaum laki-laki yang bukan mukhrimnya. Sedangkan peperangan bukanlah karena agama, namun karena nafsu manusia itu sendiri. Jika dunia tanpa agama, maka justru akan terjadi perang yang jauhhhhh lebih dahsyat.

Penjelasan Asma kali ini telah membuat Zhongwe terangguk diam seakan menyetujui pendapat Asma. Perjalanan pun dilanjutkan, sesekali Zhongwe sebagai tour guide menerangkan beberapa budaya di China. Salah satunya budaya minum teh. Teh dapat menyeimbangkan yin dan yen dalam tubuh. Dalam kebudayaan China, tradisi menuangkan teh sama saja seperti kita meminta maaf. Menikmati teh tidak akan sama setelah mengetahui tradisi yang sebenarnya.

Ya…Film ini sangatlah bagus, keindahan China benar-benar disuguhkan dengan menakjubkan hingga membuat seluruh penonton tak rela mengedipkan matanya walau hanya satu detik.

Asma diajak kembali mengunjungi tembok raksasa China oleh Zhongwe. Kali ini, Zhongwe menceritakan kisah Ashima dalam buku yang pernah ia berikan untuk Asma ke dalam bahasa Indonesia. Konon pada jaman dahulu kala. Ada seorang gadis yang berparas cantik bernama Ashima, tidak hanya itu, ia juga memiliki hati yang cantik. Inti cerita pada buku tersebut adalah Ashima disukai oleh seorang pemuda miskin bernama Ahe. Namun ada seseorang yang kaya raya yang menjadi penghalang cinta mereka berdua. Sehingga antara Ashima dan Ahe tak dapat bertemu. Ahe pun tetap memperjuangkan Cintanya untuk Ashima. Namun saat puncak perjuangannya, ia melihat Ashima sudah berdiri kaku menjadi patung. Ahe pun hanya bisa melihat Ashima lewat patung tersebut, Ahe tak perlu jawaban balasan cinta dari Ashima. Patung itu menjadi saksi akan cinta mereka.
Begitulah kiranya Zhongwe mentranslate kisah yang ditulis dalam tulisan China ini.


***
Dewa yang ternyata tak mampu melupakan cintanya pada Asma, walaupun ia sudah menikahi Anita dan memiliki satu orang anak yang cantik. Dewa tanpa meminta izin pada istrinya, langsung menyusul Asma ke Beijing. Kehadiran Dewa sungguh mengganggu Asma. Dengan segala rayuan Dewa, mencoba untuk dapat bersama kembali dengan Asma. Asma yang jelas –jelas tak akan kembali padanya, terus saja ia kejar-kejar hingga ke China. Dewa yang merasa ada sesuatu antara Asma dan Zhongwe, merasa kesal. Ia berupaya menarik perhatian Asma, namun hal tersebut percuma. Asma seperti sudah mati rasa terhadap Dewa. Melihat sikap Asma yang tak juga merespon usahanya. Maka Dewa pun kembali ke Jakarta, bukan berarti menyerah, namun ia hanya sejenak memberi waktu pada Asma untuk dapat menerimanya kembali.


***
Kali ini, rasa sakit ini semakin terasa. Kepala seperti sudah mau pecah. Pandangan mata ini pun semakin kabur hingga perlahan hanya terlihat bayangan bayangan dan akhirnya gelap gulita. Asma jatuh sakit dengan fonis penyakit yang berbahaya. Asma mengidap penyakit Sindrom antibodi antifosfolipid (bahasa Inggris:Antiphospholipid antibody syndrom) disingkat APS adalah gangguan pada sistempembekuan darah yang dapat menyebabkan thrombosis pada arteri dan vena serta dapat menyebabkan gangguan pada kehamilanyang berujung pada keguguran. Disebabkan karena produksi antibodi sistem kekebalan tubuh terhadap membran sel. Penyakit ini berhubungan dengan mengentalnya darah secara tiba-tiba dan sewaktu-waktu dapat menyebabkan kematian.

Asma pun segera kembali ke Indonesia untuk mendapat perawatan di sana. Dengan terpaksa, ia membatalkan janjinya dengan Zhongwe untuk pergi ke Yunan melihat patung Ashima. Tak ia beritahu kondisinya saat ini, “ada keperluan keluarga” menjadi alasan Ashima kepada Zhongwe.

Ashima mengalami stroke, ia sulit untuk berjalan. Namun Asma adalah wanita yang kuat dan tangguh. Tak pantang menyerah melawan penyakitnya yang dapat merenggut nyawanya tiap detik. Perawatan demi perawatan ia lalui, dan akhirnya pihak rumah sakit mengizinkannya untuk kembali ke rumah. Betapa senangnya Asma mampu keluar dari rumah sakit yang sangat menjenuhkan itu.

Tak disangka, Sekar yang merupakan sahabat terbaiknya datang ke Indonesia khusus ingin melihat kondisi Asma. Keberadaan teman terbaiknya ini ternyata membuat wajah Asma sedikit tersenyum hingga tak terlalu terlihat pucat. Perbincangan dua sahabat itu akhirnya berujung pada Zhongwe. Asma pun menghentikan harapan sahabatnya untuk dapat menjodohkan dirinya dengan Zhongwe. Ia tak mau membuatnya kecewa dengan keadaannya yang sekarang.

Ulah sekar yang ingin sekali menyatukan mereka berdua. Zhongwe pun tiba di rumah Asma bersama suaminya Sekar, yaitu Ridwan. Asma yang berada di kamarnya mendadak mengeluh tak dapat melihat. Zhongwe dan Ridwan yang baru saja tiba, langsung segera melihat kondisi Asma. Tak diduga, Dewa pun pada hari yang sama datang ke rumah Asma. Mereka semua menyaksikan keadaan Asma yang sudah tak seperti dulu lagi. Kini pandangan mata Asma hanya gelap, dalam kegelapannya yang ia cari kala itu adalah kepastian keberadaan zhongwe di rumahnya. Setelah mendengar suara Zhongwe yang mengucapkan “Assalamualaikum Asma” membuat wajahnya sumringah. Namun tak lama, ia justru jatuh pingsan dan segera di bawa ke rumah sakit. Zhongwe memang sudah mualaf. Sepeninggalan Asma dari Beijing, ia sering bertanya terkait agama kepada imam Masjid. Segala pertanyaanya pun mampu terjawab, dan ia memutuskan untuk memeluk agama Islam. Zhongwe mengagumi sosok Mushab bin Umair, sahabat Rasulullah yang rela melepaskan harta, kedudukan dan kehormatannya saat berhijrah pada agama Islam, dan mati syahid saat berperang melawan kaum musyrikin dalam kondisi kedua tangannya putus ditebas lawan.

Dewa awalnya kecewa, melihat Asma yang tak peduli dengan keberadaannya lagi. Namun Dewa pun mengikhlaskan Asma kepada Zhongwe. Dewa sadar bahwa dirinya dahulu terlalu jahat menyakiti hati Asma, dan tak pantas rasanya kini untuk kedua kalinya ia mengganggu kebahagiaan Asma.

Asma yang masih koma di rumah sakit mendapat banyak doa dari ibunya, sahabat, dan juga Zhongwe. Diam-diam, Zhongwe meminta restu untuk dapat menikahi Asma. “Asma telah menuntunnya untuk menemukan cahaya hidayah, dan kini aku ingin menjadi cahaya dalam kegelapannya yang dapat menuntunnya ke syurga”

Setelah sadar dari koma, pernikahan pun berlangsung. Banyak perubahan baik terjadi pada Asma. Ancaman kebutaan dapat diselamatkan dokter, hanya saja kini Asma tak mampu berbicara. Mereka berdua hijrah ke China untuk bertemu dengan keluarga Zhongwe. Di sana paman dan bibi Zhongwe ternyata seorang muslim juga. Asma mendapat pengobatan tradisional dari keluarganya. Alhamdulillah, kini Asma sudah tak merasakan sakit yang mengancam nyawanya kembali. Obat pahit tradisional China harus ia telan setiap hari, namun Asma tak merasa pahit, karena ada suami yang mau menemaninya dimanapun dan bagaimanapun. Hari-hari dilalui dengan indah dan mereka pun akhirnya dapat melihat patung Ashima bersama-sama. Ahe yang telah menjelma menjadi Zhongwe tak perlu menunggu jawaban cinta dari Asma yang kondisinya kini sudah tak mampu berbicara. Dengan dapat melihatnya setiap hari saja sudah menjadi pembuktian cinta yang hakiki. Hingga akhirnya Asma pun diketahu hamil, nikmat yang Allah berikan kali ini menambah manis perjalanan cinta mereka. Ancaman keguguran karena penyakit yang diderita Asma tak membuat gentar. Mereka yakin anak ini akan setangguh ayah dan ibunya.

Memang benar kata Ridwan (suami Sekar), yang terpenting adalah iman, masalah romantis itu urusan belakangan. Indahnya iman membalut cinta. Cinta hakiki hanyalah milik Allah SWT. Hanya Allah yang mampu membolak balikan hati manusia.

JIka sudah ada cinta yang sempurna, maka untuk apalagi dipertanyakan kesempurnaan fisik?

Sutradara film ini sungguh berhasil menyajikan nuansa islami, cinta, keimanan, budaya, menjadi satu padu. Sehingga film ini memberi beragam kesan bagi para penonton film ini.


-Penulis resensi: Wanda Amelia Rahma-

Nb: Postingan ini adalah kurikulum KOMBUN periode 12-19 Januari 2015 dengan tema "Resensi Film"



2 komentar:

  1. Weleh2, komplit banget nih resensinya. Keren deh. Tapu karena gue cowo, dan gue nontonnya barengan sama temen gue,
    Jadi gue pura2 ngak nangis. He..he..he..

    BalasHapus
  2. Lagian kalau nangis semua, kasian Jakarta. Nambah banjir entar...hehe

    BalasHapus

Berikan komentar terbaikmu:)

Serunya Oreo 110th Birthday Celebration Bareng Keluarga di Rumah

  Hal yang paling dirindukan dari seorang anak perempuan yang sudah berumah tangga adalah momen saat bisa kumpul bareng sama orangtua ters...